Mengungkap Fakta dan Keadilan
Indeks

Ganjar; Banjarmasin Kotor, Banyak Sampah

Oplus_131072

(Ambin Demokrasi)

Oleh: Noorhalis Majid

ASPIRASINEWS, Saat dialog bersama anak muda siang kemaren (12/11/2025), di Gedung Batas Kota (GBK) Banjarmasin, moderator yang juga anak muda, bertanya kepada Ganjar Pranowo, “apa saja aktivitas hari ini di Banjarmasin?”. Spontan Ganjar menjawab, hari ini lari pagi 10 km, menanam pohon, dialog di Fisip ULM dan lanjut dialog di tempat ini (GBK). “Apa kesannya tentang Banjarmasin?”, Ganjar menjawab, “kotanya keren, tapi kotor, banyak sampah”. Sambil tersenyum dia melanjutkan kalimatnya. “Semoga saja anak muda tersinggung, sehingga sepulang dari acara ini, langsung menyingsingkan tangan untuk turun membersihkan sampah yang mengotori kota”.

Sudah lama orang bijak berkata, untuk dapat melihat sebuah gambar, kita harus berada di luar bingkai. Berada di dalam bingkai, tidak akan bisa melihat gambar. Artinya, perlu mata orang lain untuk melihat kota ini, dan Ganjar mewakili mata orang lain tersebut yang dengan jujur mengatakan, kota ini kotor, banyak sampah. Sebelumnya, beberapa hari lau, juga ada reuni dokter-dokter se Indonesia di Banjarmasin, saat diajak berkeliling kota, mereka shock, kaget melihat sampah berserakan di mana-mana.

Ganjar lupa, yang mestinya lebih tersinggung bukan hanya anak muda yang hadir ikut dialog di GBK siang itu. Tapi juga anak muda yang sekarang memimpin kota ini, yaitu Walikota dan Wakil Walikota. Dua anak muda yang sudah dipercaya memimpin kota. Dengan segala kewenangan, anggaran, regulasi, serta perangkat aparat yang jumlahnya sejibun dari Balaikota hingga Kelurahan, mestinya dapat menyelesaikan problem sampah dan kekotoran kota ini dengan sat set, tanpa banyak gaya dan drama.

Sayangnya itu tidak terjadi. Kekotoran kota dan sampah yang menumpuk, berserakan di berbagai sudut kota, termasuk di lingkungan-lingkungan tempat tinggal, tidak diselesaikan secara sungguh-sungguh dan sistematis, dengan menggerakkan semua unsur, termasuk anak muda. Tentu ada upaya, tapi sangat tidak memadai.

Gerakan yang sistematis, pasti melahirkan budaya. Bila kebersihan sudah menjadi budaya dan habit, maka kelak Walikota tidak perlu susah payah mengurus kebersihan kota ini, karena kebudayaan itu sendiri telah mendisiplinkan warganya untuk peduli pada kebersihan kota.

Tidak salah Ganjar menyindir anak muda, sebab masa depan kota ini milik anak muda. Hanya saja, kalau anak muda tidak tersinggung dengan sindiran Ganjar, termasuk anak muda yang sedang berkuasa, berarti ada kepekaan dan sensitifitas yang terlanjur uzur sebelum waktunya. (nm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *