ASPRASINEWS, KALIMANTAN SELATAN – TANTANGAN EKONOMI MAKIN BERAT, PEMERINTAH CENDERUNG ACUH DAN TIDAK FOKUS
Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam DPP APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Kalimanatan Selatan, melakukan refleksi dan evaluasi terkait realitas, peluang dan tantangan berusaha di Kalimantan Selatan sepanjang tahun 2025, bertempat di Rumah Alam Sungai Andai, Banjarmasin (20/12/2025).
Hadir puluhan pengusaha dalam berbagai sektor, mulai dari sektor jasa, perdagangan, perhotelan, transportasi, perkebunan, perumahan, kesehatan, dll. Semua yang hadir menyampaikan pandangan dan pengalalamannya terkait realita dunia usaha yang dirasakan sepanjang tahun 2025. Kesimpulan yang mereka sampaikan, tantangan dalam berusaha semakin berat, angka-angka pertumbuhan dari pemerintah seolah bagus dan mengabarkan peningkatan prestasi ekonomi, realitanya “jauh panggang dari api”.
“Dari tahun ke tahun tantangan berusaha semakin berat. Pengusaha seperti berdiri sendiri menghadapi tantangan ini, padahal telah berupaya membuka lapangan pekerjaan. Pemerintah hanya menyampaikan janji perbaikan dan kemudahan, realisasinya tidak ada”, kata Evi, pengusaha perdagangan dan jasa, mengutarakan pengalaman yang dirasakannya sepanjang tahun 2025 dalam menjalankan usaha.
Senada dengan itu, Teguh, seorang pengusaha perhotelan, menyatakan bahwa data-data yang disampaikan pemerintah sangat berbeda dengan yang dirasakan pengusaha. Pihak-pihak yang seharusnya menjadi “regulator”, ternyata di lapangan juga menjadi “operator”, pada saat situasi semakin sulit dan kepepet, pengusaha justru disalahkan. Di lain sisi, dunia usaha tidak ditopang SDM yang terampil lagi berkualitas. Kebanyakan etos kerjanya rendah, tidak disiplin, tidak punya karakter. APH (Aparat Penegah Hukum), sering kali malah mengganggu pengusaha dalam menjalankan usaha, dengan mencari-cari kesalahan. Perpajakan juga seperti kejar target. Pihak pajak dengan mudah menuduh pengusaha tidak taat pajak, lantas disuruh membuktikan bahwa dia taat pajak. “Secara umum, saya skeptis terhadap situasi yang ada ini”, kata Teguh. Ia pun mengajak Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, agar menjadi provinsi yang lebih hebat lagi, caranya dengan memberikan kemudahan dalam berusaha, sehingga ekonomi tumbuh lebih sehat dan kuat.
Henis, pengusaha bidang perkayuan, merasakan perlakuan yang menempatkan pengusaha selalu dalam posisi salah. Apapun yang terjadi, sepertinya pengusaha dan perusahaan selalu keliru. Padahal realitasnya keadaan berusaha semakin berat, pengurusan perizinan semakin sulit. Kata pemerintah izin sudah satu pintu, sudah menggunakan OSS, tapi nyatanya semakin rumit, costnya makin tinggi. Sepertinya, sebaik apapun niat perusahaan dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan memajukan ekonomi, respon pemerintah justru mempersulit dan berlindung pada aturan yang kaku. Seringnya libur, cuti bersama, sangat mengganggu kinerja perusahaan. Alih-alih untuk meningkatkan pariwisata, tapi penguruhnya hanya wisatawan dalam negeri, bukan wisatawan asing. SDM ketenagakerjaan juga lemah. Pemerintah kurang sekali melakukan pelatihan ketenagakerjaan untuk pengembangan SDM yang lebih berkualitas.
Sementara itu, Hasan Yuniar, pengusaha bidang perkebunan, menaruh harapan kepada APINDO, sebagai satu asosiasi yang diharapkan mampu penguatkan pengusaha di Kalimantan Selatan, agar bertumbuh dan mampu mengelola usahanya di tengah tantangan yang tidak mudah. Bagaimana pun situasinya, pengusaha melalui APINDO harus bangkit dan mampu menyikapi segala keadaan, kata Hasan Yuniar menguatkan. Ia juga menyarankan agar APINDO melihat kedalam, memupuk dan memperkuat pengusaha Kalimantan Selatan dalam berbagai kegiatan. Semua sektor hendaknya diayomi dalam satu pertemuan. Bagi pengusaha perkebunan, siklus alam akibat iklim yang berubah, berdampak pada produksi. Triwulan 4 ini produksi minus 1-2%, hingga bulan April 2026 kemungkinan stock produksi akan habis, sehingga tahun 2026 hingga 2027, produksi diprediksi turun 5-7%.
Suta, pengusaha bidang perumahan dan perhotelan, mengeluhkan soal bunga bank yang tidak pernah turun bagi pengusaha. Bunga bank kita tertinggi dibandingkan negara-negara di Asia, sehingga sangat membebani pengusaha dalam mengembangkan usahanya. “Turunkan bunga bank kalau benar-benar ingin membantu pengusaha”, kata Suta memberikan saran.
Suta juga berpendapat, selama ini pengusaha yang sudah lama menjalankan usaha, tidak pernah diperhatikan, bahkan seolah dibiarkan semampunya dalam mempertahankan usaha, sehingga sulit sekali untuk naik kelas. Kebijakan efisiensi yang dilakukan pemerintah, menyebabkan dinas-dinas tidak ada acara di hotel, belum lagi soal proses turunnya anggaran yang lambat, sangat berdampak pada kesehatan berusaha.
Lain lagi dengan Ferdi, pengusaha muda bidang advertising ini berpendapat, nampaknya sulit bagi pengusaha mencari solusi, karena masing-masing menyelamatkan “kapal”nya masing-masing. Padahal menurutnya, penting untuk menyelamatkan dan menjawab situasi ini secara bersama-sama. Kurang dan rendahnya kualitas SDM, menyebabkan segala regulasi yang nampak bagus, faktanya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Situasi ini memberikan peluang kepada APINDO, tentang apa yang bisa ditawarkan untuk memperbaiki keadaan secara bersama. APINDO harus mengajak pada sesuatu yang lebih besar, bukan hanya bagi usaha orang perorang, tapi bagi semuanya, kata Ferdi.
Mendengarkan semua curhatan para pengusaha, Winardi Sethiono, Ketua DPP APINDO Kalimantan Selatan, mengatakan APINDO akan melakukan advokasi kebijakan, agar pemerintah memperhatikan serta mendukung pengusaha. Dalam soal pengupahan misalnya, APINDO dari pusat hingga daerah sudah berjuang sekuat tenaga, agar tidak membebani dan mematikan usaha yang menyebabkan banyak PHK. Pengusaha pasti memerlukan tempat untuk berkomunikasi dan berlindung, untuk itu APINDO masih diperlukan sebagai wadah bersama. Kedepan, melalui berbagai pelatihan dan macam-macam kegiatan, APINDO bergerak lebih dinamik memperjuangkan kepentingan pengusaha, agar mampu menjalankan misinya dalam menciptakan lapangan pekerjaan, kata Winardi memberikan motivasi serta semangat kepada para pengusaha yang hadir.
Refleksi tersebut akhirnya memberikan catatan kesimpulan:
Pertama, diakui oleh sebagian besar pengusaha, masih banyak tantangan bahkan hambatan dalam menjalankan dan mengembangkan usaha, terutama menyangkut perlindungan hukum, kemudahan perizinan, akses permodalan, bunga bank yang tinggi, jaringan dan kolaborasi terbatas, serta kemampuan SDM tenaga kerja yang rendah, semua berpengaruh dalam pengembangan dan kemajuan usaha;
Kedua, kebijakan efisiensi yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah, memberi pengaruh terhadap perputaran ekonomi dan pendapatan pelaku usaha di daerah, berimplikasi pada penyerapan lapangan pekerjaan dan pajak. Oleh sebab itu, apabila efisiensi masih tetap diberlakukan, mesti ada kebijakan alternatif yang dapat mendorong geliat ekonomi agar lebih dinamis;
Ketiga, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2025 belum menggembirakan, bahkan “tidak baik-baik saja”. Diharapkan pemerintah tidak acuh dengan situasi ini, lebih fokus pada kebijakan pengembangan usaha, sehingga pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan, dapat diupayakan secara bersama antara pelaku usaha dan pemerintah. Pun, kemudahan berusaha, masih sering terkendala oleh ketidakseriusan pemerintah dalam memberikan pelayanan publik, seperti masih buruknya infrastruktur di sejumlah wilayah, langkanya BBM dan gas, dan banyaknya ragam izin yang harus dilewati, serta masih suburnya praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di lingkungan birokrat dan aparat penegak hukum;
Keempat, perubahan iklim dan rentannya bencana alam, memberikan refleksi yang sangat keras, bahwa usaha ekonomi ekstraktif yang bertumpu pada ekspor sumber daya alam, tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang, sebab berkonsekoensi pada buruknya lingkungan dan mengancam keselamatan kehidupan. Sebaiknya Kalimantan Selatan mulai membenahi sektor ekonomi alternatif yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. (nm)










