ASPIRASINEWS, Tamiang Layang – Muhammad Rafi’i, seorang anggota polisi beralamat di RT 04 Desa Sungai Sandung, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), kembali harus menerima kekalahan di tingkat banding Pengadilan Tinggi (PT) Palangka Raya, setelah sebelumnya kalah saat melakukan perlawanan di Pengadilan Negeri Tamiang Layang (PN) terkait objek sengketa tanah dan rumah di Jalan Nansarunai Tamiang Layang.
Putusan yang tercantum dalam Nomor 52/PDT/2025/PT PLK dan diterima pada Senin, 18 Agustus 2025, menyatakan majelis hakim menerima permohonan banding dari Rafi’i yang berstatus sebagai pembanding atau semula pelawan. Namun majelis hakim justru menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tamiang Layang Nomor 11/Pdt.Bth/2025/PN Tml tanggal 25 Juni 2025 yang memenangkan pihak Sutiyo Budi, warga RT 01 Kelurahan Tamiang Layang.
Dikutip dari Borneonews, dalam sebagian pertimbangannya, majelis hakim yang diketuai Anry Widyo Laksono menilai bahwa Rafi’i telah mengetahui sejak awal bahwa objek berupa tanah dan bangunan yang dibelinya dari Yudha Tri Purwanto senilai Rp90 juta pada 5 Februari 2025 sedang dalam proses sengketa dan bahkan telah disita pengadilan. Fakta ini terungkap dari keterangan saksi maupun bukti surat dalam persidangan.
“Hal demikian menurut hemat Majelis Hakim Tingkat Banding telah cukup bahwa Pelawan bukan Pelawan yang benar,” demikian bunyi pertimbangan majelis hakim dalam putusan tersebut.
Majelis hakim juga menyatakan sependapat dengan putusan pengadilan tingkat pertama. Dengan demikian, permohonan banding dari Rafi’i dinilai tidak relevan dan secara hukum ditolak. Atas putusan ini, Rafi’i dihukum membayar biaya perkara di dua tingkat peradilan, dengan biaya banding ditetapkan sebesar Rp150 ribu.
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka pada 14 Agustus 2025 oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Palangka Raya yang terdiri dari Anry Widyo Laksono, Sari Sudarmi dan Aris Bawono Langgeng, dengan dihadiri Panitera Pengganti Leon. Sidang itu berlangsung tanpa kehadiran kedua belah pihak, namun putusan telah dikirim secara elektronik melalui Sistem Informasi Pengadilan Negeri Tamiang Layang pada hari yang sama.
Saat dikonfirmasi terkait putusan Pengadilan Tinggi Palangka Raya tersebut, Ahmad Gazali Noor yang bertindak sebagai penasihat hukum Muhammad Rafi’i mengaku pihaknya belum menerima salinan lengkap putusan dimaksud.
“Sampai saat ini kami belum bisa mendapatkan salinan lengkap putusan PT (Pengadilan Tinggi), sehingga belum mengambil bisa sikap,” jawabnya singkat melalui pesan WhatsApp.
Dihubungi terpisah, Sutiyo Budi mengaku puas atas putusan Pengadilan Tinggi Palangka Raya itu.
Dia kemudian mengisahkan kembali perjalanan panjang permasalahan tersebut. Menurut Sutiyo Budi, semua bermula pada 27 Oktober 2023, saat Yudha Tri Purwanto, warga RT 08 Kelurahan Tamiang Layang, menyewa sebuah mobil Toyota Avanza berwarna putih dengan nomor polisi DA 1617 DB milik Sutiyo Budi.
Dua hari kemudian, tepatnya pada 29 Oktober sekitar pukul 01.48 WITA, Yudha mengalami kecelakaan tunggal di wilayah Muara Tapus, HSU. Akibat kecelakaan tersebut, mobil yang disewa mengalami kerusakan parah dan tidak bisa digunakan lagi.
Pasca-kejadian, kedua belah pihak sempat menempuh jalan damai. Mereka menyepakati perjanjian tertulis yang disaksikan oleh warga dan Ketua RT setempat. Dalam surat tersebut, Yudha Tri Purwanto menyatakan kesediaannya untuk mengganti mobil dengan unit lain yang memiliki tahun produksi sama, yaitu tahun 2012. Untuk memenuhi kewajibannya, Yudha meminta waktu satu bulan untuk memperbaiki mobil yang rusak agar dapat dijual, dan hasilnya akan digunakan untuk membeli mobil pengganti.
Namun setelah waktu yang dijanjikan berlalu, Yudha tidak menepati kesepakatan. Ia malah berupaya mengembalikan mobil yang telah diperbaiki sebagian, padahal masih terdapat banyak kerusakan yang belum diperbaiki. Merasa dirugikan, Sutiyo Budi mengirimkan tiga kali surat somasi kepada Yudha, namun tidak mendapat tanggapan. Bahkan, Yudha menyatakan siap menghadapi jalur hukum.
Setelah upaya kekeluargaan gagal, Sutiyo akhirnya menggugat secara perdata ke Pengadilan Negeri Tamiang Layang. Pada 23 April 2024, majelis hakim mengabulkan gugatan dan menghukum Yudha Tri Purwanto untuk membayar ganti rugi sebesar Rp120.350.000 kepada Sutiyo Budi.
Yudha kemudian mengajukan keberatan. Pada 1 Mei 2024, majelis hakim mengabulkan keberatan tersebut dan menetapkan besaran ganti rugi menjadi Rp77.715.000. Namun, hingga proses aanmaning (teguran dari pengadilan) dilakukan oleh Ketua PN Tamiang Layang, Yudha masih tidak memenuhi kewajibannya. Ia hanya menyatakan sanggup membayar sebesar Rp100.000 per bulan.
Menolak tawaran tersebut, Sutiyo Budi mengajukan permohonan sita eksekusi terhadap aset milik Yudha Tri Purwanto berupa tanah dan bangunan, sebagai upaya hukum untuk menagih ganti rugi yang telah ditetapkan pengadilan.
Namun kemudian hari, sita eksekusi pada 6 Maret 2025 mendapatkan perlawanan dari Muhammad Rafi’i yang mengaku telah membeli secara sah aset milik Yudha Tri Purwanto tersebut setelah ketetapan sita eksekusi dilaksanakan. (Red)